Cinta dan mimpi by Dina Pertiwi

in #story7 years ago

www.dreams.metroeve.com-lap-dance-dreams-meaning.jpg

Berbicara tentang cinta dan mimpi, itu adalah dua hal yang menurut saya batang kehidupan para remaja atau manusia dewasa muda. Saya sendiri memiliki banyak sekali pandangan tentang keduanya, cinta mau pun mimpi. Tentu saja ini pendapat pribadi, yang didasari oleh kata hati diri saya sendiri.

Yang pertama yang ingin saya bahas adalah mimpi. Tidak banyak hal yang ingin saya bahas mengenai topik yang satu ini. Dari kecil, saya selalu ingin menjadi penulis. Ini berawal dari kelas Tiga SD, ketika Kakak menulis di buku tulisnya tentang kisah fantasi yang menceritakan terjebaknya sekelompok remaja ke dunia fiksi. Saya ingat sekali judul tulisan Kakak. Judulnya adalah Hidupnya Imajinasiku. Saat itu, Kakak saya masih kelas 7 SMP.

Saya suka sekali membaca buku tulisnya diam-diam (kalau ketahuan, Kakak biasanya akan merajuk dan menyembunyikan bukunya di atas lemari). Ditambah lagi, Kakak sulung saya suka menulis di buku Big Boss dan lagi-lagi saya baca diam-diam. Kemudian, saya mulai rajin menempelkan puisi di mading sekolah sampai kelas 6. Meskipun puisi itu saya tulis di robekan kertas yang entah dari mana. Kadang-kadang malah, di atas kertas buram ujian yang tidak terpakai. Pokoknya, begitu tulis langsung serahkan ke wali kelas untuk ditempel. Syukurnya, wali kelas saya tidak pernah memprotes kertas yang tidak layak tempel itu. Mereka malah menyemangati saya.

Alhamdulillah, ketika kelas 5 SD, salah satu puisi saya dengan dibantu oleh guru olahraga berhasil menembus surat kabar lokal (pegang kerah baju). Saat itu rasanya, saya bisa menerbitkan buku kapan saja saya suka.Dan sejak itu, saya bertekad kalau saya akan menjadi penulis. Terserah apa kata orang! Pokoknya saya mau menulis. Meski sempat ditentang dan dilarang menulis, sekarang saya sudah mendapatkan kebebasan itu lagi dan aktif di beberapa grup kepenulisan (lagi).

Satu-satunya yang saya inginkan dari kata mimpi adalah saya ingin menjadi penulis yang diakui. Meskipun saya sering kali tersesat jika mau menyelesaikan tulisan sendiri, tapi saya tidak peduli. Sejak saya berani bermimpi menjadi penulis, saya sudah mulai memasuki labirin yang kadang kala membuat saya menemui jalan buntu. Tapi, saya akan terus menerus mencari jalan keluar dari labirin ini.

IMG_20171225_100146_160.jpg

Kemudian tentang cinta. Saat membaca tema ini, jujur saya berpikir sesaat. Pengalaman cinta apa yang bisa saya bagikan? Saya tidak pernah menjalin hubungan dengan lawan jenis yang bukan mahram dari lahir. Meskipun bukan berasal dari keluarga yang terlalu religius, Mamak dan Bapak saya terang-terangan melarang saya pacaran ketika SMA. Mereka bilang tunggu lulus. Tunggu kuliah.

Alhasil, karena sudah terbiasa sendiri, sampai sekarang saya tidak pernah terjebak dalam hubungan absurd seperti itu. Apalagi lingkungan pertemanan saya yang semakin luas dan menyadarkan saya betapa beruntungnya orang-orang yang tidak pernah pacaran.

Meskipun begitu, bukan berarti saya tidak pernah jatuh cinta. Ketika SMA, saya sempat merasakan debaran-debaran ala novel remaja kepada salah satu senior. Dia orang yang biasa saja. Tidak terlalu tampan, juga tidak jelek. Tapi, dia punya otak yang cemerlang.

Awalnya saya hanya kagum padanya, karena dia berhasil menyabet peringkat satu dari seluruh seantero sekolah. Apalagi dia laki-laki dan catatannya tidak terlalu lengkap (ini saya ketahui dari teman semejanya yang satu organisasi dengan saya di SMA). Di sekolah kami, laki-laki pintar itu langka. Dia termasuk spesies langka tersebut.

Mula-mula, saya suka curi pandang. Kemudian, saya mulai sering mencari alasan untuk lewat di depan kelasnya sekedar untuk melihat dia sekilas. Entah dia kenal saya atau tidak, saya tidak tahu. Yang jelas saya sangat menikmati perasaan berdebar-debar yang selalu datang ketika namanya disebut atau orangnya terlihat. Saat itu, meskipun dia ada di ujung sekolah sana dan saya ada di selasar kelas, saya tetap tahu itu dia. Mungkin itu yang dinamakan the power of love. Atau mungkin itu hanya perasaan naksir biasa ala-ala remaja. Maklum, saya anak rumahan yang keluar cuma untuk sekolah atau ke warung.

Akhir dari cerita itu? Ya, dia lulus sekolah dan kuliah di ibukota provinsi sementara saya naik ke kelas 12. Hanya itu.
Sempat, sih, merasa kehilangan semangat ketika angkatan dia selesai UN dan libur lebih dulu, tapi tidak terlalu. Meskipun butuh 2 tahun lebih untuk benar-benar menghilangkan debaran itu ketika melihat profil online nya. Saya tidak pernah benar-benar patah hati sampai sekarang. Kadang, saya juga bertanya-tanya, apakah dia, senior itu, betul-betul cinta pertama atau hanya ilusi ketika remaja?Memang se absurd itulah cerita cinta saya, mungkin sama absurdnya dengan saya sendiri.

Hal yang saya inginkan dari cerita cinta yang sudah saya tuliskan? Saya tidak tahu pasti apa yang benar-benar diinginkan, saya tidak terlalu memikirkannya. Karena dalam kamus hidup saya yang sekarang, tidak ada status hubungan antara lelaki dan wanita selain status kawin di KTP nya. Itu pun kalau KTP Elektronik saya sudah selesai.

Sumber : tulisan cerita dari Dina Pertiwi whatsapp anggota Asosiasi Literasi Indonesia dalam kuis.

IMG_20180211_220757_894.jpg

IMG_20180130_181259_786.jpg