Alkisah pada zaman dahulu, di sebuah perguruan yang terletak di Desa Lhok Drien, Sawang, Aceh Utara, tinggallah seorang pemuda gagah nan pandai. Saking pandainya, semua ilmu yang diajarkan oleh gurunya, Teungku Di Lhok Drien dapat dikuasai olehnya dalam sekejap.
Bersebab itulah, kemudian ia dijuluki Malem Muda yang bermakna “orang yang berilmu di usia muda/belia”. Hal ini membuat Malem Muda diangkat menjadi tangan kanan gurunya, Teungku Di Lhok Drien.
Suatu hari, Malem Muda dipanggil oleh gurunya untuk menghadap. Maka datanglah Malem Muda ke hadapan gurunya sambil bertanya,” Ada apa gerangan Teungku memanggil saya?”
“Wahai Malem Muda, aku hendak memberimu suatu tugas. Akan tetapi, sebelumnya engkau harus berjanji dulu kepadaku bahwa engkau akan mematuhi segala yang kukatakan,” titah Tgk. Di Lhok Drien sembari mengelus jenggotnya.
“Siap Teungku,” sahut Malem Muda. “Pasti ini tugas istimewa,” batinnya.
Kemudian Teungku Di Lhok Drien mengeluarkan sebuah buku tebal dari penyimpanan rahasianya lalu berbisik pada Malem Muda.
“Ini, Kitab ini milik sahabatku yang tinggal di desa seberang sungai, kuperintahkan padamu untuk membawa kembali Kitab ini kepada pemiliknya. Tapi jangan pernah kau buka ia, apalagi membacanya. Ingat, sekali lagi kularang engkau untuk membukanya, apalagi membacanya.”
Perjalananmu ke sana akan butuh waktu satu hari, maka dalam dua hari kemudian engkau harus kembali lagi kesini untuk melaporkan dirimu. Apa aku bisa mengandalkanmu, Malem?”
“Tentu Teungku,” jawab Malem Muda.
Singkat cerita pergilah Malem Muda mengantarkan Kitab pusaka ke desa seberang sungai. Pada mulanya, Malem Muda berjalan santai mengingat tidak perlu buru-buru karena waktunya masih banyak. Akan tetapi, ketika perjalanan sudah setengah jalan, Malem Muda berpikir, “Mengapa Kitab ini tidak boleh dibuka? Pasti ada sesuatu.
Mungkin Teungku tidak bisa memberi tahuku bahwa Kitab ini Kitab bertuah, penuh dengan ilmu tinggi, bisa-bisa nanti aku bisa menyainginya,”
Maka muncullah pikiran untuk melanggar janjinya kepada gurunya. Dan berhentilah Malem Muda di sebuah huma di tengah persawahan. Kemudian ia membuka Kitab yang diamanahkan gurunya padanya. Benarlah, ternyata isi kitab tersebut adalah ilmu tingkat tinggi yang belum pernah dipelajari Malem.
Disana termuat ilmu tentang bagaimana mengubah diri menjadi hewan dan tumbuhan. Juga termuat ilmu yang dapat membuat pemiliknya mampu mengubah orang-orang menjadi patung batu, hingga menciptakan nyawa kedua. Malem pun membaca Kitab tersebut lalu mempelajarinya dengan cepat, hingga tak banyak menghabiskan waktu perjalanannya.
Setelah itu Malem kembali berangkat. Langkahnya semakin cepat, dan berkat ilmu barunya, ia bisa melakukan perjalanan yang jauh dalam waktu yang singkat. Sampailah ia ke desa seberang sungai. Setelah berbasa basi sejenak, Malem Muda segera menjelaskan maksud kedatangannya dan menyampaikan amanah Teungku Lhok Drien.
Sesuai dengan kesepakatan, keesokan harinya Malem Muda Kembali ke Lhok Drien tanpa halangan.
Adalah gurunya yang sakti, Teungku Di Lhok Drien mengetahui dengan mata batinnya bahwa Kitab yang diamanahkan untuk dikembalikan oleh Malem telah dibuka dan dibaca dalam perjalanan oleh Si Malem.
Akan tetapi, Teungku Lhok Drien yang bijak tak mengatakan apa-apa pada Malem. Ia hanya melihat dan memantau gerak-gerik muridnya itu dari jauh.
Adapun Istri Teungku Lhok Drien adalah seorang yang masih muda dan jelita. Kecantikannya membuat Malem Muda terpesona. Karena dimabuk cinta, Malem Muda menggunakan ilmu baru yang diperoleh tanpa seizin gurunya untuk hal-hal tercela.
Terkadang ia merupakan diri menjadi sebatang pohon pisang di samping sumur hingga dengan bebasnya mengintip istri Teungku Lhok Drien saat mandi.
Terkadang pula ia menjelma sebagai kucing yang mondar-mandir di dapur Teungku Lhok Drien sambil sesekali mengeluskan diri pada kaki istri Teungkunya. Teungku Lhok Drien tahu, hanya saja ia menunggu waktu yang tepat untuk menangkap Malem. Sepertinya Malem sudah dibutakan oleh ilmu dan kekuatannya.
Hingga datanglah waktu yang tepat. Saat itu Malem Muda sedang menjelma menjadi pohon pisang. Maka datanglah Teungku Lhok Drien membawa parang sambil berkata,” Sudah semenjak dulu pohon pisang ini tumbuh, tapi tak pernah berbuah. Ada baiknya kutebang saja.” Ia pun mengayunkan parangnya.
Malem Muda kalap, ia segera merubah dirinya menjadi kucing, dan lari tunggang langgang, tak pernah kembali. Sementara Teungku Lhok Drien merasa hidupnya sudah tidak aman dan dipenuhi rasa kesal terhadap Malem. Ia pun mengutuk Malem Muda sebagai murid durhaka. Lalu pergi bersama istrinya membelah sungai dan terjun ke dalamnya. Tak pernah kembali.
Sementara Malem Muda menjadi seorang murid durhaka. Julukannya berubah menjadi Jugi, dan ia pergi bertapa untuk beberapa lama.Malem Muda semenjak durhaka terhadap gurunya berubah menjadi orang yang sangat buruk perangainya. Hingga akhirnya orang memanggilnya Jugi yang bermakna orang yang durhaka terhadap guru.
Setelah insiden Teungku Lhok Drien yang hendak memarang dirinya, Jugi lari ke hutan. Ia memutuskan untuk bertapa selama beberapa lama untuk memantapkan ilmunya. Maka disebutlah oleh orang-orang namanya Jugi Tapa.
Alkisah setelah beberapa tahun lamanya, Jugi Tapa menjadi seorang yang sangat kuat. Ia kemudian keluar dari hutan dan mendirikan sebuah kerajaan. Ia memerintah dengan semena-mena. Barangsiapa yang tidak tunduk padanya akan dijadikan patung batu. Maka tak heran, hanya dalam masa singkat, kerajaannya menjadi salah satu kerajaan besar yang kuat.
Selain terkenal dengan memiliki banyak pasukan, Jugi Tapa juga dikenal memiliki banyak istri. Dan pada saat itu, istrinya berjumlah 99 istri, dan Jugi Tapa hendak menggenapkannya menjadi 100.
Sementara itu, tak jauh dari kerajaan Jugi Tapa, ada sebuah kerajaan besar bertempat di Kuala Dua, di daerah Krueng Mane. Kerajaan Kuala Dua ini terkenal dengan pasukan elitnya yang memiliki kendaraan kuda terbang. Raja Banta, raja Kuala Dua memiliki seorang istri cantik yang baru melahirkan. Nama istrinya adalah Nyak Ni dan nama anaknya yang baru lahir Banta Muda.
Alkisah pada suatu hari, Nyak Ni ingin makan daging rusa. Maka pergilah Raja Banta untuk berburu rusa ke hutan. Ia membawa serta pasukannya dan kuda terbang paling baik yang ia miliki, seekor kuda terbang betina beranak satu.
Jugi Tapa sudah mengetahui sejak lama bahwa di kerajaan Kuala Dua ada permaisuri yang sangat cantik. Ia berniat untuk mengambilnya menjadi istri yang ke-seratus. Maka ketika mengetahui Raja Banta sedang berburu, pergilah Jugi Tapa menculik permaisuri Raja Banta, Nyak Ni.
Nyak Ni tak berdaya ketika tubuhnya diboyong oleh Jugi. Namun, sebelum dirinya diculik, ia sempat meninggalkan cincinnya di ayunan anaknya yang masih bayi, Banta Muda. Dengan berurai air mata ia berharap, semoga suatu saat Banta Muda akan mencarinya.
Nyak Ni kemudian disembunyikan oleh Jugi Tapa di suatu daerah. Daerah tersebut kemudian dinamakan Nisam. Nisam pada dasarnya berasal dari kata Ni dan Som, yang berarti Nyak Ni dan sembunyi, bermaksud tempat Nyak Ni disembunyikan.
Adapun Raja Banta ketika pulang dari berburu, mendapati istrinya telah diculik, merasa berang luar biasa. Segera ia menaiki kuda terbangnya dan menuju ke kerajaan Jugi Tapa. Jugi Tapa sudah menduga bahwa ia akan diserang, maka ia pun menyiapkan diri. Sebelum Raja Banta sampai ke Kerajaan Jugi Tapa, ia dicegat oleh Jugi, kemudian kedua berkelahi.
Pada akhirnya, Jugi Tapa mengubah Raja Banta menjadi batu, hingga Raja Banta dan kuda terbangnya jatuh, menimpa pohon, dan kaki kudanya tersangkut di dahan pohon. Tempat kejadian peristiwa itu dinamakanlah Sawang, yang berasal dari kata “sawak” yang bermakna tersangkut.
Maka tinggallah Banta Muda sebatang kara. Diasuh oleh dayang-dayang dan bertemankan anak kuda terbang. Hingga kemudian ia dewasa, ia pun menelusuri kisah ibu dan ayahnya. Ia berniat membunuh Jugi Tapa. Maka pergilah ia mencari informasi tentang Jugi Tapa, kesaktiannya dan kelemahannya.
Hingga suatu hari, Banta Muda menemukan rahasia kelemahan Jugi Tapa. Ternyata Jugi Tapa meninggalkan nyawanya pada seekor burung beo yang berdiam di atas sebatang pohon di rawa-rawa yang dikelilingi lumpur panas. Melewati lumpur itu sama saja dengan membunuh diri, sementara hawa panas dari lumpur membuat kuda tak bisa terbang di atasnya.
Banta Muda kemudian mencari cara agar bisa membunuh burung tersebut. Dan akhirnya ia menemukan caranya. Memanah. Tapi memanah sejauh itu bukan perkara yang mudah. Banta Muda harus bekerja keras latihan memanah.
Pada akhirnya, Banta Muda berhasil memanah burung beo tersebut. Bersamaan dengan matinya burung beo itu, tamatlah hidup Jugi Tapa. Tamatlah kerajaannya dan Banta Muda pun bersatu kembali dengan ibunya.
https://bacaberita96.com/2018/06/18/kisah-legenda-jugi-tapa-si-murid-durhaka-dari-sawang-aceh-utara/