Film ini menampilkan sekelompok sahabat yang terdiri dari empat pemuda muslim yang tinggal di suatu distrik kota Cologne yang dipadati keluarga pendatang dari jazirah Arab, Turki dan Albania. Kerja kamera dan merekam suara dilakukan sendiri oleh Bettina Braun yang berhasil mengikuti subjeknya, para pemuda (yang lumayan macho), dalam kehidupan sehari-hari mereka antara sekolah, pelatihan kerja dan pergaulan di balai pemuda setempat. Bettina berada dekat sekaligus berjarak dengan para subjeknya: ia merekam mereka dari dekat dan masih bisa mempertahankan jarak untuk merekam perenungan mendalam tentang hidup, rasa takut yang lebih dalam lagi dan juga letupan-letupan humor mereka yang tak lazim. Film ini adalah suatu citra sosiologis tentang warga Jerman dari generasi ketiga berlatar belakang imigran saat mereka memasuki masa dewasa.
Bettina Braun, si pembuat film, bukan bagian dari komunitas yang sama dengan para subjeknya. Ia seseorang yang datang dari luar dengan tujuan membuat film, suatu hal yang sangat normal terjadi dalam produksi film dokumenter. Ia seorang perempuan berusia tigapuluhan pada saat film ini dibuat dan tak cukup hanya itu, ia juga sedang hamil. Realitas hidup Bettina tak seujung kukupun mirip dengan apa yang dijalani subjeknya sehari-hari. Film ini dengan gamblang menunjukkan bagaimana Bettina Braun menjalin kedekatan dengan para subjeknya. Keberadaannya di tengah para pemuda ini, yang tak nampak di hadapan kamera, bukan saja sebagai pembuat film akan tetapi kadang-kadang ia merupakan penjelmaan dunia perempuan, ibu atau keluarga sekaligus. Ketika para pemuda ini bicara dengan Bettina, mereka sedang meniti jembatan keluar dari lingkungan kehidupan remaja mereka dan menyatakan dirinya kepada dunia. Bettina memberi mereka saluran untuk bersuara, menjadi teman mereka, sekaligus menjadi kawan dialog yang mempertanyakan pilihan-pilihan subjeknya.
Selama shooting posisi kamera Bettina berada setinggi dada. Di satu sisi posisi ini bisa jadi lebih nyaman kalau kita membayangkan seorang perempuan hamil membawa kamera dan bisa meletakkannya di atas perut yang sedang membusung. Di sisi lain, posisi ini memungkinkan ia berhadapan langsung dan bercakap-cakap dengan subjeknya tanpa terhalang kamera dan menjadi bagian dari peristiwa yang terjadi di hadapannya. Ini membuat para pemuda subjek filmnya pelan-pelan mendekat dan menjadi bagian dari hidupnya.
Dari sisi jenis kelamin, pria lebih mudah untuk berbicara dan menceritakan curahan hati kepada wanita yang sedikit lebih tua darinya. Ini yang membuat Bettina bisa dengan membangun relasi dengan pemuda imigran tersebut. Bettina juga menjaga kedekatan tersebut dengan tidak memaksakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak diinginkan oleh mereka. Dalam artian, pemuda tersebut sadar mereka sedang direkam, kemudian memberitahunya bahwa mereka baru akan menceritakan jika dia mematikan kameranya, dan Bettina menurutinya.
Bettina tidak hanya menempatkan diri sebagai orang yang masuk ke dalam kehidupan pemuda imigran ini sebagai pembuat film, dengan arti kasar dia bukan datang untuk mengekploitasi kehidupan remaja-remaja tersebut. Bettina datang sebagai bagian dari keluarga mereka sekaligus teman bercerita. Bettina dengan hati-hati mengikuti kehidupan remaja-remaja imigram tersebut dan sadar betul bagaimana emosi anak muda. Ini adalah sesuatu hal yang harus dimiliki oleh setiap pembuat film dokumenter, empati.
Sebagaimana kalimat yang saya tulis tadi, bahwa Bettina datang bukan hanya sebagai pembuat film, tetapi menjadi bagian dari kehidupan yang diceritakan dalam film. Ada saat dimana bukan Bettina yang mengajukan pertanyaan atas kehidupan remaja-remaja tadi, tetapi sebaliknya, remaja-remaja tadi yang mengajukan pertanyaan atas kehidupan Bettina. Di sana Bettina tidak membuang shoot-shoot tersebut, ia justru menempatkannya dalam film untuk memberikan ruang bagi penonton agar bisa turut merasakan keberadaan diantara dua realita, realita Bettina dan remaja-remaja imigran itu.
Posisi pembuat film dan subjeknya di sini berjalan sangat dinamis dan memungkinkan kita mempelajari dunia si tokoh sekaligus juga si pembuat film. Sayangnya bentuk seperti ini jarang sekali dibuat oleh televisi atau kanal-kanal film berbasis internet seperti Netflix dan sejenisnya, yang lebih mengutamakan film dokumenter sebagai pembawa informasi di mana si pembuat film terus diposisikan sebagai pihak yang bertanya dan subjeknya menjawab. Pembuat film memberikan penilaian/kesimpulan (judgement), subjeknya hanya menjadi pelegitimasi.