Laut Tawar dan Peradaban

in #esteem7 years ago (edited)

Pagi menjelang siang pada hari itu, cuaca tidak seperti biasanya. Dari pagi tiba sampai menjelang siang belum terlihat matahari dengan utuh. Kabut tebal dan awan Nimbostratus menghalangi cahaya matahari menyentuh Danau Laut Tawar. Gerimis terus membasahi jalanan Kota Takengon.

Secara geografis, kota Takengon, Aceh Tengah, berbeda dengan kota lainnya di Aceh. Takengon berada di dataran tinggi, mencapai 1.200 mdpl. Karena faktor itu hawa dingin sangat kental terasa di kota penghasil kopi itu. Intensitas hujan di Aceh Tengah lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang berada di dataran rendah.

image

Dalam kondisi gerimis, dan hawa dingin yang menusuk, dengan minibus kami menembus jalanan komplek perumahan. Sampai tiba di pinggir Danau Kebanggaan masyarakat Aceh Tengah. Jaket yang membalut tubuh tidak mampu memberi kehangatan. Angin berhembus kencang menembusi pakaian, tubuhpun menggigil kedinginan.

Tidak ada aktifitas berarti dari nelayan setempat. Belasan perahu masih tertambat di pinggir danau. Tidak seorangpun terlihat beraktifitas di sana, di atas keramba yang mengapung sekalipun. Mungkin karena gerimis dan angin kencang, nelayan enggan terjun beraktifitas.

image

Rumah-rumah terapung yang berada di danau merupakan keramba jaring milik nelayan. Yang menjadi tempat untuk budidaya ikan nila. Rata-rata masyarakat yang hidup di sekitar danau menggantungkan hidup dengan mengandalkan pendapatan dari hasil Danau Laut Tawar.

Belasan perahu yang tertambat di pinggir danau adalah milik nelayan yang sehari-harinya mencari ikan sampai ke tengah danau. Danau Laut Tawar memiliki beragam jenis ikan di dalamnya. Namun yang menjadi khasnya adalah ikan depik. Ikan depik merupakan endemiknya Danau Laut Tawar, hanya terdapat di danau ini, tidak hidup di tempat lain.

image

Ikan depik memiliki ukuran yang kecil, namun memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Harga ikan depik biasanya berkisan antara 70 - 100 ribu per bambu. Banyak nelayan yang menggantungkan hidup darinya. Hanya saja ikan ini memiliki musimnya sendiri. Biasanya akan lebih banyak ditemukan jika sedang musim hujan seperti saat kami datang ke sana.

Danau seluas 5.742 Ha telah menjadi harapan nelayan di Aceh Tengah, untuk menghidupi keluarganya. Dan memiliki kontribusi yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan protein generasi Gayo. Peradaban masyarakat terus berjalan di sekeliling danau.

image

Hampir 30 menit kami di sekitar danau, tidak seorangpun yang melewati jalan itu. Angin terus berhembus, cuaca dingin masih seperti semula. Matahari belum juga terlihat. Sepertinya masyarakat disini lebih memilih berdiam di rumah dalam kondisi cuaca seperti ini. Menghidupkan bara api dan menikmati hangatnya segelas kopi longberry.

Sebentar-sebentar saya merasakan lapar, selama dua hari di Takengon, nafsu makan bertambah. Ini efek dari cuaca dingin, tubuh butuh banyak kalori untuk dibakar. Segera setelah mengambil beberapa gambar sebagai bukti saya sudah mengunjungi danau, kami menuju arah kota lalu ke Banda. Lambung sudah tidak mau berkompromi. Mungkin, lain waktu saya akan kemari lagi.

Sort:  

Indah sekali. Kelihataannya sejuk dan menyegarkan.

Alami pemandangan a ya bang...