Hallo, Steemian yang selalu kece dan keren. Kembali lagi saya hadir untuk sharing dan ngobrolin seputar dunia menulis. Kali ini saya bakal ngobrolin masalah karakter/penokohan dalam sebuah cerita.
Biasanya, selain inti cerita, seorang tokoh/karakter dalam sebuah cerita, selalu menjadi sorotan bagi pembaca. Bahkan, ada saja pembaca yang sampai mengidolakan salah satu/beberapa tokoh dalam cerita yang disajikan oleh penulis.
Sebuah karakter/tokoh dalam cerita tentunya tidak asal temple saja. Namun, pasti penuh pertimbangan ketika penulis menghadirkan si Tokoh A misal. Penulis memutar otak, melakukan riset dan berbagai macam hal agar menampilkan sebuah tokoh yang bisa menghadirkan warna baru dalam dunia. Walaupun karakter si tokoh A tersebut banyak ditemui di dalam kehidupan nyata, pasti penulis juga mengahdirkan beberapa keunikan dari si tokoh tersebut supaya nampak berbeda.
Banyak sekali kita temui beberapa karakter dalam satu cerita. Setiap karakter memiliki ciri khas sendiri. Terkadang, ada beberapa karakter yang membuat kita takjub, konyol, gemes, bijak, romantis dan lain rasa yang timbul ketika kita membaca beberapa adegan, dan narasi yang ditulis oleh sang penulis.
Nah, untuk itu, kali ini saya akan sedikit ngobrolin tentang beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang penulis dalam menentukan sebuah karakter/tokoh dalam cerita.
Tanpa berlama-lama, langsung saja kita saksikan, Kawan beberapa hal berikut ini.
Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan dalam Meramu Karakter/Tokoh
1. Jangan Terlalu Banyak Karakter
Dalam sebuah cerita FIKSI, biasanya tidak banyak karakter/tokoh yang ditampilkan. Alasannya, supaya pembaca tidak dipusingkan dengan memahami beberapa karakter yang muncul. Namun, dalam cerita FAKSI hal itu sah-sah saja untuk dipatahkan, karena yang dibahas adalah fakta yang terjadi sebenarnya.
Seperti dalam berbagai novel ANDREA HIRATA, banyak sekali tokoh yang ditampilkan, bahkan, karakter yang hanya ditampilkan satu adegan pun diberi sebuah nama/karakter. Hal itu sah-sah saja bahkan sudah menjadi ciri khasnya dia. Semua yang diceritakan olehnya adalah fakta dan itu ada di dunia nyata setiap detail adegannya, walaupun semi fiktif. Akan tetapi, sekali lagi ditekankan di sini, untuk cerita FIKSI akan lebih baik untuk meminimalisir karakter/tokoh yang dimunculkan sekiranya tidak penting.
2. Selektif Memilih Karakter/Tokoh
Pilih karakter/tokoh dengan matang. Sebelum memulai cerita, setidaknya kita harus mampu riset beberapa karakter yang akan ditampilkan. Kita harus tahu lebih mendalam mengenai karakter. Tujuannya, supaya si tokoh dalam cerita benar-benar terlihat hidup dan diyakini ada di dunia nyata walaupun itu cerita fiksi. Berbeda lagi dengan cerita bergenre fantasy, kita bebas memunculkan karakter yang bertolak belakang dengan logika.
Kita harus memapu menyeleksi tokoh seperti apa atau karakter seperti apa saja yang cocok dan layak dihadirkan, juga kita butuhkan dalam cerita kita dari bab awal sampai akhir.
3. Karakter/Tokoh Aksesoris.
Sebisa mungkin hindari menggunakan tokoh yang hanya dipergunakan untuk aksesoris. Contohnya, ketika kita menghadirkan beberapa geng di sebuah daerah atau sekolah, dan setiap geng memiliki misal 10 anggota, tak perlu kita menamai dan memberi karakter setiap anggotanya. Kita hanya perlu beberapa karakter yang memang sering menonjol dala setiap adegan.
Itu sebagai contoh. Apabila menemukan karakter yang kita tulis dalam cerita, ternyata kurang begitu menonjol dan berfungsi, lebih baik dihilangkan saja pengkarakterannya.
4. Karakter/tokoh yang Konsisten
Hal ini yang paling penting. Kita harus benar-benar jeli dalam memerhatikan setiap karakter dari bab pertama sampai bab terakhir. Karena, jangan sampai pembaca yang mengerti dan faham mengkernyitkan dahi. Jangan buat pembaca merasakan hambar ketika sebuah karaker tidak konsisten.
Misal, awalnya si karakter itu melekat sifat lemah lembutnya, eh tiba-tiba di beberapa bab selanjutnya ia berubah menjadi kasar tanpa alasan, lanjaran dan sebab yang jelas, misal. Nah, hal ini terkadang menjadi PR berat buat kita ketika naskah sudah menjadi draft dua dan seterusnya.
Catatan: kita bisa mengurangi/menambah karakter saat penggarapan naskah ketika hal itu sangat dibuthkan dan begitu penting untuk dihadirkan.
Nah, mungkin sepeti itu yang saya bisa sharing saat ini. Kalau ada yang perlu didiskusikan dan merasa ada yang keliru silakan komentar di bawah.
Ternyata menulis cerita yang apik tenan itu seperti megurus bayi, ya. Emang sih cukup leuk-leuk kalau Orang Sunda bilang. Namun, ketika mengerjakan naskah, penulis sejati akan merasa enjoy saja bahkan serasa kita tuh punya dunia lain yang menjadi tontonan seru kita sendiri.
Ok, cukup sekian dulu, saya harus pamit dan terima kasih atas perhatiannya.
Cakep ini ulasannya. Memberikan pengetahuan kepada para calon penulis untuk menemukan cara penulisan karakter yang baik.
Terima kasih banyak masukannya hehe
mendetail ulasannya makasih yaaa ilmunya
Terima kasih banyak atas partisipasinya hehe