FARMa: Peralihan Tanah Wakaf Aceh Hal Mustahil

in #ksi7 years ago

Sepertinya Republik Indonesia menyesali kesepakatan damai GAM-RI yang mengistimewakan Aceh 70% atas hasil kekayaan alamnya, dan Indonesia hanya diberi 30%. Lantas mereka mencari celah lain untuk mengeruk sumber-sumber ekonomi Aceh.

Jelas sekali, tanpa Aceh, Indonesia ini bakal melarat. Tak bisa menghisap yang di tanah Aceh, Indonesia berupaya menghisap yang di luar Aceh namun milik rakyat Aceh.

Publik tahu bagaimana negosisasi Sumber Daya Alam (SDA) Aceh sebagai turunan MoU Helsinky dan Undang-Undang Pemerintah Aceh. RI memprakarsai untuk mendapatkan 70%, sedangkan 30% untuk Aceh. Namun RI kalah. Pada negosiasi berikutnya, diiusukan Aceh 50%, Indonesia 50%. Indonesia juga kalah dalam lobi ini. RI kembali cari celah lain, hak kelola Minyak dan Gas (Migas) di perairan Aceh hanya dibatasi hinggal 12 Mil laut. Sedangkan selebihnya hingga 200 Mil laut dikelola oleh pusat. Padahal dalam kesepakatan damai tak ada perjanjian batas demikian. Intinya RI selalu cari celah untuk keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan Aceh.

Kali ini, Pemerintah Indonesia di bawah naungan Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) berhasrat punya bagian dari Baitul Asyi yang merupakan tanah wakaf Habib Bugak asal Aceh. Sejatinya tak mudah bagi mereka untuk mendapatkan ini. Jangankan Indonesia, Aceh sendiri tak diberi kuasa mengelola wakaf Aceh di Arab Saudi. Tapi Aceh berhak penuh mendapatkan manfaat harta agama tersebut.

Pun demikian, segenap masyarakat Aceh menolak keinginan Irwandi Yusuf untuk kelola Baitul Asyi. Apalagi keinginan Indonesia yang mau ambil manfaat, jelas akan dapat kecaman rakyat Aceh. Selama ini aset Aceh di Mekkah dimanfaatkan hasilnya bagi jamaah haji dan mahasiswa Aceh yang merantau ke Arab Saudi. Bila Indonesia berhasil masuk dalam tata kelola Baitul Asyi, tak mustahil jatah rakyat Aceh berkurang, sebab dikhawatirkan ada pengalihan hasil untuk rakyat Indonesia non Aceh.

Jadi isu hendak alih hak kelola atau investasi Indonesia atas tanah wakaf milik Aceh adalah perkara mustahil. Sebab Aceh dan Arab Saudi punya obligasi jelas yang tersimpan rapi. Saya tak meragukan status kepemilikan dan manfaat Baitul Asyi bagi ummat Islam Aceh. Kekuatan hukumnya kuat, dan dalam Islam pun memihak pada Aceh. Kecuali pemimpin dan penegak hukum bermain serong. Faktor itu lah Prof Yusri siap membantu Aceh jika pemerintah pusat macam-macam atas hak Aceh seutuhnya (meski ada unsur pemilu).

Tapi, rakyat Aceh jangan toledor. Jangan pula anggap enteng isu tersebut. Pemerintah Indonesia punya kewenangan untuk mengobrak-abrik Aceh. Maka gerak-gerik Pemerintah Indonesia patut dikawal, karena Aceh belum mengembalikan 100% kepercayaanya pada pemerintah pusat. Jika Indonesia bersikeras ingin mendapatkan manfaat dari aset Aceh di Mekkah, itu sama halnya Indonesia sedang membangun harimau bobok. Era androit ini, rakyat Aceh makin mengenal sejarah daerahnya lewat bacaan-bacaan tertentu, dan memahami bagaimana perlakuian NKRI terhadap Aceh. Jadi pemerintah pusat jangan membuka kran konflik baru di Aceh yang sedang merangkai perdamaian.

Satu lagi, niat Indonesia untuk mensejahterakan provinsi Aceh patut dipertanyakan. Hak yang sudah ditangan Aceh malah dirampas, bagaimana mungkin akan memberi hak lainnya?

Abu Teuming. Ketua Umum Forum Aneuk Rantau Meurandeh (FARMa)