Hai, Steemians!
Assalamualaikum.
<p dir="auto">Kalau di Kota Yogyakarta anda akan banyak menemukan pembaca buku. Berlawanan dengan pernyataan itu, di Aceh justru kebalikannya. Ada opini bahkan kenapa Gramedia sangat telat dibangun di Aceh dikarenakan sangat sedikit sekali masyarakat yang gemar membaca buku. Mungkin Gramedia takut kalau membangun cabang perusahaan di sana namun tak akan ada yang datang untuk membaca bahkan membeli buku.
<p dir="auto">Pola pikir masyarakat Aceh memang lebih banyak melihat sesuatu ketimbang membaca sesuatu. Suka mendengar sesuatu ketimbang menuliskan sesuatu. Kurangnya event-event yang bersifat pendidikan membaca dan menulis di Aceh mungkin juga menjadi salah satu faktor untuk hal tersebut. Apalagi menulis. Paling keras event yang ada melibatkan kegiatan menulis ya, semacam lomba yang di adakan oleh pemerintahan bagian pendidikan untuk taraf antar sekolah. Di event tersebut ada misalnya lomba cipta puisi, cipta cerita pendek, atau cipta naskah drama. Namun, kita tetap saja kekurangan masyarakat yang gemar membaca. Dan menurut saya, event-event tersebut belum mumpuni untuk menciptakan seorang penulis yang baik dan berkualitas pula. Mengapa? Karena jika anda ingin menjadi penulis yang baik dan berkualitas, anda harus menjadi pembaca yang baik dulu. Jadi bagaimana kita bisa menciptakan penulis yang baik sedangkan masyarakat kita sangat kurang berminat untuk membaca?
<p dir="auto">Saya pikir, alangkah bagusnya jika dinas-dinas terkait mengadakan pelatihan dan lomba membaca dimulai dari lomba membaca cerita pendek misalnya, atau lomba mendongeng. Dan lebih bagus lagi jika keinginan ini terwujud dengan bantuan dari stageholder-stageholder yang bergerak di bidang pendidikan atau bisa juga langsung melibatkan komunitas-komunitas yang bergerak di bidang sastra. Untuk mengembangkan minat membaca dan menulis memang harus dengan kerja keras. Apalagi kita harus terlibat dengan sesuatu yang bersifat kemauan. Untuk lebih memudahkan, sebaiknya dikembangkan dengan mengangkat hal-hal yang ringan dahulu. Misalnya dengan menawarkan buku yang menarik untuk dibaca atau yang isi dan jalan ceritanya ringan saja. Jika demikian, saya yakin, bahwa keinginan untuk membaca dan menulis akan tumbuh pelan-pelan dan Aceh akan melahirkan Penulis-penulis muda berbakat, serta orang-orang yang tahu sejarah kehidupan bangsa dan negaranya.
<p dir="auto">Salam. []
<p dir="auto"><img src="https://images.hive.blog/768x0/https://img.esteem.ws/yb66dzbfa2.jpg" alt="image" srcset="https://images.hive.blog/768x0/https://img.esteem.ws/yb66dzbfa2.jpg 1x, https://images.hive.blog/1536x0/https://img.esteem.ws/yb66dzbfa2.jpg 2x" />
<p dir="auto"><span>Sumber ilustrasi : <a href="http://m.voa-islam.com/news/muslimah/2018/03/28/56903/dongeng-sebagai-media-parenting/" target="_blank" rel="nofollow noreferrer noopener" title="This link will take you away from hive.blog" class="external_link">http://m.voa-islam.com/news/muslimah/2018/03/28/56903/dongeng-sebagai-media-parenting/
<pre><code> ********
<p dir="auto"><strong>DEVELOPING INTEREST IN READING AND WRITTING IN ACEH
<p dir="auto">Hi, Steemians!<br />
Assalamualaikum.
<p dir="auto">If in the city of Yogyakarta you will find many readers of books. Contrary to that statement, in Aceh it is the opposite. There is an opinion even why Gramedia is very late to be built in Aceh because very few people are fond of reading books. Gramedia may be afraid to build a branch company there but nobody will come to read and even buy a book.
<p dir="auto">The mindset of Acehnese people is seeing more things than reading something. Likes to hear something rather than write something down. The lack of events that are educational in reading and writing in Aceh may also be one factor for that. Especially writing. The loudest of the events involves writing activities, such as competitions organized by the government of the education department for inter-school level. In the event there are for example poetry creation contest, short story creation, or copyrighted drama script. However, we still lack the people who love to read. And in my opinion, these events are not qualified to create a good writer and quality as well. Why? Because if you want to be a good and quality writer, you have to be a good reader first. So how can we create a good writer while our society is very less interested in reading?
<p dir="auto">I think it would be nice if the related offices held training and reading competition starting from a short story reading competition, for example, or storytelling competition. And more great if this desire is realized with the help of stageholder-stageholder who moved in the field of education or can also directly involve communities engaged in the field of literature. To develop interest in reading and writing should be with hard work. Moreover, we must engage with something that is willful. For more convenience, should be developed by lifting things light first. For example by offering a book that is interesting to read or the contents and light story only. If so, I am sure, that the desire to read and write will grow slowly and Aceh will give birth to talented young writers, as well as people who know the history of life of the nation and country.
<p dir="auto">Salam.[]
<p dir="auto"><img src="https://images.hive.blog/768x0/https://img.esteem.ws/g51li6zdxj.jpg" alt="image" srcset="https://images.hive.blog/768x0/https://img.esteem.ws/g51li6zdxj.jpg 1x, https://images.hive.blog/1536x0/https://img.esteem.ws/g51li6zdxj.jpg 2x" /><br /><span>
Ilustration from : <a href="https://m.kumparan.com/lisa-kurnia/istimewanya-dongeng-bagi-calon-penerus-bangsa" target="_blank" rel="nofollow noreferrer noopener" title="This link will take you away from hive.blog" class="external_link">https://m.kumparan.com/lisa-kurnia/istimewanya-dongeng-bagi-calon-penerus-bangsa