Pagi tadi, seperti biasa aku masih berharap menjadi pagi yang melankolis. Saat kesadaran mulai merasakan keras air hujan menyentuh batu kolam ikan tepat di luar jendela kamar. Hawa dingin yang semakin menusuk ke tulang ringkih. Sekalipun dingin menyiksaku,tapi hujan membuatku merindu. Aku masih belum siap meninggalkan musim hujan ini. Ketika berlalu, aku akan terasa menjadi demensia. Menua tanpa mengingatmu. Walaupun musim yang semakin menghangat akan membuat tubuhku nyaman. Aku, mungkin tak akan mengingatmu.
Seperti pagi ini, ketika jendela terbuka dan langit masih gelap gulita. Tapi, tidak ada awan mendung di sana. Aku hanya dapat menatap kosong jauh ke atas. Membawa serta harapan-harapan kosong. Tentang apa? Entah ... Seketika aku merasa demensia. Bahkan pagi tadi udara tidak terasa lembab dan langit semakin terang dan bercahaya.
Aku memulai hari yang tidak sama dengan kebanyakan orang. Seperti tetanggaku yang pagi hari sudah ramai. Teriakan anak yang terlambat bangun. Berebut kamar mandi. Harum nasi goreng bawang. Suara mesin motor. Seakan kami berada dijajaran rumah susun yang saling bersahutan mengejar hari sebelum usai. Hanya aku yang terasa terkurung dalam banyak mimpi orang-orang. Dan, aku terjebak dalam mimpiku sendiri. Mimpi pagi yang dingin pengantar pesan kerinduan.
Ristianti
Sukabumi, 11 Maret 2020
#30HariBisaNulis #NulisBarengMbakWid
#IIDN